DOWNLOAD FILE WORD-NYA DI SINI makalah penegakan hukum di indonesia
MAKALAH PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui,semua Negara pasti mempunyai
peraturan-peraturan dan hukum,dan begitu juga dengan Negara Indonesia. Negara
Indonesia adalah Negara hukum, yang mempunyai peraturan-peraturan hukum, yang
sifatnya memaksa seluruh masyarakat atau rakyat Indonesia harus patuh terhadap
peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia bahkan
juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap
hukum yang ada di Negara indonesia.dan Negara pun membentuk badan penegak hukum
guna mempermudah dalam mewujudkan Negara yang adil dan makmur. Tetapi tidak
dapat dipungkiri di Negara kita masih banyak kesalahan dalam menegakan hukum di
Negara kita. Dan masih banyak juga ketidak adilan dalam melaksanakan hukum yang
berlaku. Tetapi, itu bukanlah salah dalam perumusan hukum,melainkan salah satu
keteledoran badan-badan pelaksana hukum di Indonesia.
Akibat dari keteledoran tersebut banyak sekali
pelangaran-pelangaran hukum,dan pelangar-pelangar hukum yang seharusnya di
adili dan dikenakan sangsi yang seharusnya,malah dibiarkan begitu saja.dan hal
ini sangat berdampak buruk bagi masa depan Negara ini. Oleh karena itu kita
akan membahas apa bagaimana penegakan hukum yang adil dan bagaimana
upaya-upaya penegakan hukum di Negara kita ini untuk memulihkan atau membentuk
Negara yang memiliki hukum yang tegas dan sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat serius yang
harus dipecahkan,guna menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.dan
dalam menegakkan hukum di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Ø
Apakah Pentingnya
Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum?
Ø
Bagaimana keadaan
keadaan penegakkan hukum di Indonesia saat ini?
Ø
Bagaimana cara
menegakkan hukum di Negara kita?
Ø
Contoh analisa
kasus hukum di indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1)
Untuk membahas
mengenai faktor penyebab ketidakadilan hukum dan cara mengatasai masalah yang
terjadi pada Negara ini.
2)
Bagaima terjadinya
ketidakadilan hukum yang berkembang dalam masyarakat.
3)
Bagaimana
cara kita menyikapinya
4)
bagaimana menganalisa kasus
hukum di indonesia
D. Manfaat Penulisan
1)
Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu
pemenuhan tugas dari mata kuliah bahasa indonesia.
2)
Bagi Pihak Lain
karya
tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah
referensi pustaka yang berhubungan dengan penegakan hukum di
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Peran Pemerintah dalam
Penegakan Hukum
Sebelum berangkat ke pertanyaan itu, satu hal yang harus
dikemukakan adalah pentingnya ada upaya dari pemerintah, di samping dari
lembaga yudikatif sendiri, untuk melakukan hal ini. Setidaknya ada tiga alasan
perlunya ada kebijakan dari pemerintah dalam penegakan hukum:
Pertama, pemerintah bertanggung jawab
penuh untuk mengelola wilayah dan rakyatnya
untuk mencapai tujuan dalam bernegara. Bagi
Indonesia sendiri, pernyataan tujuan bernegara
sudah dinyatakan dengan tegas oleh para
pendiri negara dalam Pembukaan UUD 1945, di
antaranya: melindungi bangsa dan memajukan
kesejahteraan umum. Bukan hanya pernyataan
tujuan bernegara Indonesia, namun secara mendasar
pun gagasan awal lahirnya konsep negara,
pemerintah wajib menjamin hak asasi warga
negaranya. Memang, dalam teori pemisahan kekuasaan
cabang kekuasaan negara mengenai penegakan hukum
dipisahkan dalam lembaga yudikatif. Namun lembaga eksekutif tetap mempunyai
tanggung jawab karena adanya irisan kewenangan dengan yudikatif serta
legislatif dalam konteks checks and balances dan kebutuhan pelaksanaan
aturan hukum dalam pelaksanaan wewenang pemerintahan sehari-hari.
Kedua, tidak hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya
kepentingan langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan
pemerintahannya. Birokrasi dan pelayanan masyarakat yang berjalan dengan baik,
serta keamanan masyarakat. Dengan adanya penegakan
hukum yang baik, akan muncul pula stabilitas yang
akan berdampak pada sektor politik dan ekonomi. Menjadi sebuah
penyederhanaan yang berlebihan bila dikatakan
penegakan hukum hanyalah tanggung jawab dan kepentingan lembaga
yudikatif.
Ketiga, sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi
penegakan hukum lainnya yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu
Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan hukum bukanlah wewenang Mahkamah Agung
semata. Dalam konteks keamanan masyarakat dan
ketertiban umum, Kejaksaan dan Kepolisian justru
menjadi ujung tombak penegakan hukum yang
penting karena ia langsung berhubungan dengan masyarakat.
Sementara itu, dalam konteks legal formal,sehingga saat ini
pemerintah masih mempunyai suara yang
sigifikan dalam penegakan hukum. Sebab, sampai dengan September
2004, urusan administratif peradilan masih dipegang oleh
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Karena itu, Pemerintah masih berperan penting
dalam mutasi dan promosi hakim, serta
administrasi peradilan.
Evolusi
masyarakat hingga menjadi organisasi negara melahirkan konsep tentang
adanya
hukum untuk mengatur institusi masyarakat. Karenanya, ada asumsi dasar bahwa
adanya kepastian dalam penegakan hukum akan mengarah kepada stabilitas
masyarakat. Dan memang, selama hukum masih
punya nafas keadilan, walau terdengar utopis,
kepastian hukum jadi hal yang didambakan.
Sebab melalui kepastian inilah akan tercipta rasa aman bagi rakyat.
Kepastian bahwa kehidupan dijaga oleh negara, kepentingannya dihormati, dan
kepemilikan yang diraihnya dilindungi.
Tidak
berhenti di situ. Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan cuma soal
mendorong perbaikan politik dan pemulihan
ekonomi. Harus disadari bahwa penegakkan hukum justru
merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Sebabnya, melalui
penegakan hukum ini Indonesia dapat secara
konsisten memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di berbagai
sektor, menjalankan aturanaturan main dalam bidang politik dan ekonomi secara
konsisten. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tegas, pemulihan ekonomi
dan tatanan politik juga bisa didorong percepatannya.
B. Adakah Visi Pemerintah dalam Penegakan
Hukum?
Lantas, bagaimana dengan penegakan hukum di Indonesia?
Pertanyaan ini menjadi sulit dijawab karena pemerintah
sendiri hingga saat ini belum menunjukkan
komitmennya yang jelas mengenai penegakkan hukum.
Hingga belakangan ini, hukum seringkali tidak
dilihat sebagai sesuatu yang penting dalam
proses demokratisasi. Ia sering dipandang sebagai
sektor yang menopang perbaikan di bidang lainnya seperti
politik dan pemulihan ekonomi. Alhasil, pembaruan hukum sering diartikan
sebagai pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan rencana-rencana perbaikan ekonomi dan politik daripada pembenahan
perangkat penegakan hukum itu sendiri.
Indikasi gejala ini terlihat dari lahirnya berbagai
undang-undang secara kilat di DPR, yang didorong oleh rencana pemulihan ekonomi
yang dipreskripsikan oleh berbagai lembaga internasional dan nasional sementara
tidak banyak yang dilakukan untuk memperbaiki
kinerja kepolisian dan kejaksaan oleh pemerintah. Memang
ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya saja perbaikan ditubuh
Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih profesional. Begitu
pula halnya dengan studi-studi dalam rangka
perbaikan kejaksaan, seperti Governance Audit untuk Kejaksaan RI
yang dilakukan oleh Asian Development Bank dan Price Waterhouse Coopers
Indonesia (Kejaksaan Agung RI, 2001). Saat inipun, dengan didorong dan
diasistensi oleh beberapa institusi, ada gerakan untuk pembaruan
hukum yang dilakukan oleh institusi-institusi
hukum negara, yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Namun perlu dicermati juga bahwa kebanyakan
dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari
masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik
internasional maupun dalam negeri. Sementara pemerintah sendiri tampaknya belum
mempunyai visi yang jelas mengenai penegakan hukum. Secara sederhana, asumsi di
atas bisa dilihat dari tidak adanya kemauan politik untuk menunjukkan komitmen
terhadap penegakan hukum dengan dibiarkannya beberapa koruptor kelas kakap
berkeliaran di masyarakat. Bahkan, jajaran pemerintahan yang terkena
indikasi korupsi pun masih dibiarkan
memegang jabatannya. Padahal, langkah pertama untuk menunjukkan
komitmen terhadap penegakan hukum justru dengan secara konsisten menerima
putusan, bahkaan sangkaan pengadilan mengenai tindak pidana tertentu, terlepas
dari final atau tidaknya putusan tersebut. Pasalnya, mereka adalah pejabat
publik yang memiliki pertanggungjawaban politik, sehingga soal teknis
legal-formal menjadi tidak lagi relevan.
Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala
di atas bisa dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum
pemerintah yang mandeg. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk
Komisi Hukum Nasional yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden dalam
bidang hukum.
C. Kebijakan yang Perlu Dilakukan
Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Menukik ke pembicaraan yang lebih konkrit, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan oleh pemerintah dalam penegakan hukum. Di tingkat substansi
hukum - peraturan perundang-undangan- pemerintah perlu mendorong
pembentukan perangkat peraturan yang terkait
dengan penegakan hukum dengan visi di atas. Misalnya saja, pembentukan
peraturan yang mewajibkan prosedur teknis dalam melaksanakan prinsip
transparansi dan akuntabilitas. Juga, pemerintah, sebagai salah satu aparat
pembentuk undang-undang, perlu berinisiatf membentuk undang-undang yang
berkaitan dengan perbaikan institusi penegakan hukum: Pengadilan, Kejaksaan, dan
Kepolisian. Di tingkat aparat, perlu ada kebijakan yang berkaitan dengan
disiplin yang tinggi.
Bukan hanya aparat penegak hukum yang langsung berkaitan
dengan pengadilan tetapi seluruh aparat birokrasi
pemerintah. Sebab penegakan hukum bukanlah hanya
dilakukan di pengadilan tapi juga soal bagaimana menjalankan peraturan
perundang-undangan secara konsisten, tanpa kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Dalam konteks “kultur” hukum, pemerintah perlu menjalankan kebijakan ke dua
arah, yaitu kepada dirinya sendiri, dalam hal ini aparat birokrasi, dan kepada
rakyat pengguna jasa penegakan hukum. Kultur ini bisa saja menjadi keluaran
dari proses disiplin yang kuat yang menumbuhkan budaya penghormatan yang tinggi
kepada hukum. Namun di samping itu, perlu
juga dilakukan rangkaian kegiatan yang sistematis untuk
mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara, agar muncul kesadaran politik
dan hukum.
Anggaran Penegakan Hukum
Masih dalam konteks kebijakan
pemerintah, penegakan hukum inipun harus didukung
pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang lebih penting lagi,
perencanaan pendanaan yang memadai. Dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir, dana untuk sektor hukum
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat dari tahun ke
tahun. Namun, ada beberapa permasalahan dalam hal anggaran
ini, seperti diungkapkan dalam Kertas Kerja
Pembaruan Sistem Pengelolaan Keuangan Pengadilan yang disusun oleh
Mahkamah Agung bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk
Independensi Peradilan (LeIP). Dalam hal perencanaan dan pengajuan APBN,
kelemahan internal pengadilan yang berhasil diidentifikasi
antara lain: (i) ketiadaan parameter yang
obyektif dan argumentasi yang
memadai; (ii) proses penyusunan yang tidak
partisipatif; (iii) ketidakprofesionalan pengadilan;
dan lain-lain (MA, 2003: 53-55). Kebanyakan
“perencanaan” dana pemerintah untuk satu tahun
anggaran tidak dilakukan berdasarkan pengamatan
yang menyeluruh berdasarkan kebutuhan yang riil,
melainkan menggunakan sistem “line item
budgeting” menggunakan metode penetapan anggaran melalui pendeketan
“incremental” (penyusunan anggaran hanya dilakukan dengan cara menaikkan jumlah
tertentu dari anggaran tahun lalu atau anggaran yang sedang berjalan).
Akibatnya, dalam pelaksanaan anggaran, muncul “kebiasaan” untuk
menghabiskan anggaran di akhir tahun
anggaran, tanpa memperhatikan hasil dan kualitas dari anggaran yang digunakan
(MA, 2003: 53-55) .
Kertas Kerja tersebut merumuskan serangkaian rekomendasi yang
sangat teknis guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Kertas Kerja itu
memang lebih banyak ditujukan untuk mempersiapkan wewenang administrasi dan
keuangan yang akan dipindahkan dari pemerintah ke Mahkamah
Agung. Meski begitu, setidaknya beberapa
rekomendasi yang sifatnya umum dan sesuai
dengan arah kebijakan penegakan hukum, seharusnya dapat diterapkan
pula oleh pemerintah.
Kebijakan yang Mendesak
Dalam jangka pendek, hal yang paling dekat yang bisa dilakukan
pemerintah untuk mendukung penegakan hukum misalnya
terkait dengan wewenang administrasi pengadilan yang masih
ada di tangan pemerintah hingga September 2004. Di sini, pemerintah bisa memainkan
peranan penting dalam mendisiplinkan hakim-hakim yang diduga melakukan praktek
korupsi dan kolusi. Selain itu, perlu ada dorongan dalam pembentukan
undang-undang yang berkaitan dengan pembenahan institusi pengadilan. Seperti
perubahan lima undang-undang yang berkaitan dengan sistem peradilan terpadu
(integrated justice system), yaitu UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, UU Peradilan
Umum, dan UU Kejaksaan. Kelima undang-undang ini tengah dibahas di
DPR oleh Badan Legislasi (lihat
www.parlemen.net). Sejauh perannya bisa dimainkan dalam
proses pembahasan kelima undang-undang ini, pemerintah perlu mendorong
perbaikan institusi yang mengedepankan pengadilan yang bersih dan independen.
Begitu pula halnya dengan rencana penyusunan UU tentang Komisi Yudisial yang
sudah disampaikan oleh Badan Legislasi DPR kepada pemerintah namun belum
mendapatkan jawaban.
Dalam hal korupsi, yang tentunya berkaitan erat dengan
konsistensi penegakan hukum, pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang tengah dilaksanakan harus mendapatkan perhatian yang serius dari
pemerintah. Demikian juga dengan rencana pembentukan Pengadilan Khusus Korupsi
yang direncanakan terbentuk pada bulan Juni 2004 (lihat
Bappenas, Cetak Biru Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi). Satu hal yang sama sekali tidak boleh dilupakan adalah peran
pemerintah dalam perbaikan institusi kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada
di bawah wewenang pemerintah. Pada saat ini Kejaksaan
tengah menyusun cetak biru pembaruan kejaksaan dengan
asistensi Komisi Hukum Nasional. Di sini perlu ada dorongan politik yang kuat
agar cetak biru tersebut tersusun dengan baik dan, lebih penting lagi, dapat
terlaksana dengan baik.
D. Contoh
analisa kasus hukum di indonesia
Kita
dapat menemukan sejumlah contoh kasus hukum di Indonesia yang
terbilang cukup unik. Diantaranya adalah kasus hukum nenek Minah yang harus
menjalani hukuman selama satu bulan lima belas hari plus tiga bulan masa
percobaan. Hukuman itu harus dijalani setelah nenek Minah dinyatakan telah
bersalah karena memetik buah kakao di area perkebunan PT. Rumpun Sari Antan.
Kita juga pernah
mendengar adanya kasus pemulung yang dikriminalisasi telah memiliki ganja oleh
sejumlah oknum polisi. Meskipun kemudian sejumlah oknum polisi tersebut dihukum
setelah melalui persidangan, namun citra aparat penegak hukum di Indonesia
sangat tercoreng karena tindakan seejumlah oknum tersebut.
Contoh
kasus hukum di Indonesia yang paling heboh dan menyita perhatian media dan
masyarakat luas adalah kasus hukum prita mulyasari. Prita mulyasari telah
didakwa melakukan peencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Alam Sutera
di Tangerang. Pengadilan Negeri Tangerang sempat memutus bebas Prita Mulyasari,
namun oleh Mahkamah Agung Prita Mulyasari divonis hukuman selama enam bulan
dengan masa percobaan selama satu tahun.
Selain itu di
Indonesia juga telah pernah terjadi citizen lawsuit, dimana warga negara
melakukan gugatan melawan pemerintah. Ini sesungguhnya adalah contoh kasus yang
sangat baik dan dapat dijadikan contoh bagi warga negara lainnya saat ingin
memperjuangkan hak yang seharusnya diberikan oleh negara terhadap warganya.
Kasus hukum ini pernah dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
menghukum para tergugat, yakni Presiden dan Wakil Presiden, Ketua DPR RI dan
beberapa menteri untuk membuat Undang-undang yang mengatur mengenai Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Dari contoh-contoh
kasus diatas, beberapa akan dianalisis menurut komponen hukum Lawrance Friedman.
Komponen-komponen hukum Lawrence Friedman sebagai berikut:
1. Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum
merupakan pranata hukum yang
menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum,
lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu
sendiri, artinya isi hukum tersebut harus merupakan sesuatu yang bertujuan
untuk menciptakan keadilan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme
para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran
masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum
tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
1. Penataan
kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya
manusianya yang berkualitas;
2. Perumusan kembali hukum yang berkeadilan;
3. Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum;
4. Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum;
5. Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum;
dan
6. Penerapan konsep Good Governance.
Dari
contoh kasus yang sebelumnya dijelaskan, struktur-struktur hukum ada dalam
kasus-kasus tersebut. Terlihat dari bentuk kasus tersebut adalah kasus hukum
pidana, dengan memiliki lembaga hukum yaitu pengadilan tinggi negeri. Adapula
substansi hukum, hukum yang diberikan merupakan tujuan hukum yang ada yaitu
penegakan keadilan. Siapapun yang tidak melanggar hukum atau tidak menaati
hukum, pastlah akan diberikan hukuman. Tak memandang siapapun itu. Disini
budaya hukum itupun ada. Hal ini terdapat pada tingkat profesionalisme para
penegak hukum. Para penegak hukum menjalankan tugas tanpa memandang bulu. Jadi,
semua tugas yang telah diberikan, sesuai dengan apa yang terjadi secara fakta,
dan hukum itu berlaku sesuai kejadian yang ada.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Selama 32 Tahun di jaman orde baru dimana
penegakan hukum lebih memiliki kepastian hukum walaupun masih ada
kebocoran-kebocoran namun dibandingkan sekarang ini di jaman reformasi yang
merupakan masih sebatas eforia, penegakan hukum semakin tidak jelas dan tidak
memiliki kepastian hukum. Situasi ketidakadilan atau kegagalan ini mewujudkan
keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara
harus sudah memiliki kertas biru ataublue print untuk dapat mewujudkan seperti apa
yang dicita-citakan pendiri bangsa ini.
Pentingnya
Peran Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Ø
Pemerintah bertanggung jawab
penuh untuk mengelola wilayah dan
rakyatnya
untuk mencapai tujuan dalam bernegara
Ø Tidak
hanya tanggung jawab, pemerintah pun punya kepentingan langsung
untuk
menciptakan kondisi yang kondusif dalam menjalankan pemerintahannya.
Ø
Sama sekali tidak bisa dilupakan adanya dua institusi
penegakan hukum
lainnya
yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan
Adakah
Visi Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Ø
Ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan. Misalnya
saja perbaikan di
tubuh
Kepolisian RI untuk mendorong Kepolisian yang lebih professional.
Ø
kebanyakan
dari inisiatif tersebut adalah dorongan dari luar, dari
masyarakat sipil dan lembaga-lembaga non-pemerintahan lainnya, baik
internasional maupun dalam negeri.
Kebijakan yang
Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penegakan Hukum
Ø
Satu hal yang sama
sekali tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah dalam perbaikan institusi
kejaksaan dan kepolisian yang jelas berada di bawah wewenang pemerintah.
Ø
kebijakan-kebijakan
pemerintah ini harus terus didorong agar
mempunyai visi yang lebih jelas dan responsif terhadap persoalan-persoalan yang
nyata ada di masyarakat.
Kesimpulan
dari keadilan kasus penegakan hukum di indonesia
hukum
yang diberikan merupakan tujuan hukum yang ada yaitu penegakan keadilan.
Siapapun yang tidak melanggar hukum atau tidak menaati hukum, pastlah akan diberikan
hukuman. Tak memandang siapapun itu. Disini budaya hukum itupun ada. Hal ini
terdapat pada tingkat profesionalisme para penegak hukum. Para penegak hukum
menjalankan tugas tanpa memandang bulu. Jadi, semua tugas yang telah diberikan,
sesuai dengan apa yang terjadi secara fakta, dan hukum itu berlaku sesuai
kejadian yang ada.
B. SARAN
Masyarakat di suatu negara pasti menginginkan negaranya memiliki penegak-penegak hukum serta hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Maka dari itu, mari bangkitkan penegakan hukum di negeri kita tercinta ini karena kita adalah anak-anak bangsa Indonesia yang cinta dengan negeri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Gramsci, Antonio. Prison Notebooks.
London: Lawrence and Wishart, 1971. Jayasuriya, Kanishka. “The Rule of Law and
Governance in the East Asian State,” Asian Law Vol. 1, 107.
Mahkamah
Agung RI. Cetak Biru Pembaruan Mahkamah
Agung RI. Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2003.
Kertas Kerja
Pembaruan Sistem Pengeloaan Keuangan Pengadilan. Jakarta: Mahkamah Agung RI,
2003.
Bagaimana
Undang-Undang Dibuat. Seri Panduan Legislasi PSHK. Jakarta:
PSHK, 2003.